Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Oleh: Jubaedah, M.Pd

CGP Kabupaten Garut

A. Sintesis Antarmateri

    Siapa yang tak kenal sosok pahlawan Pendidikan yang berhasil mendirikan sekolah di jaman kolonial. Beliau adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara. Beliau berhasil mencetuskan semboyan yang melegenda sampai sekarang Ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madya mangun karso (di tengah membangun semangat, kemauan), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan) yang kini menjadi insiprasi besar bagi kalangan pendidik dalam dunia pendidikan. Bahkan, jika kita kontemplasi dengan penuh renungan makna, maka semboyan legendaris tersebut lahir dari rentetan pemikiran beliau dalam upaya memajukan pendidikan bagi bangsa Indonesia.

Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan kemerdekaan sebagai syarat dan juga tujuan membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya.

Karena kemerdekaan menjadi tujuan pelaksanaan pendidikan, maka sistim pengajaran haruslah berfaedah bagi pembangunan jiwa dan raga bangsa. Untuk itu, di mata Ki Hajar Dewantara, bahan-bahan pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup rakyat.

Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai paksaan; kita harus mengunakan dasar tertib dan damai, tata tentram dan kelangsungan kehidupan batin, kecintaan pada tanah air menjadi prioritas.  Karena ketetapan pikiran dan batin itulah yang akan menentukan kualitas seseorang.

Memajukan pertumbuhan budi pekerti- pikiran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, agar pendidikan dapat memajukan kesempurnaan hidup. Yakni: kehidupan yang selaras dengan perkembangan dunia. Tanpa meninggalkan jiwa kebangsaan.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang begitu melekat yaitu dipaparkan sebagai berikut:  

1.   Konteks Salam dan Bahagia. Ucapan adalah do’a ini sangat relevan dengan penerapan hal yang bersifat religi, sehingga penerapan budaya 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun) sangat  perlu dijadikan budaya yang positif.

K 2. menuntun yaitu membimbing, memberi petunjuk jalan kehidupan sesuai arah yang dipilihnya, Memberi peluang untuk memilih kegiatan yang ditawarkan, tidak memaksakan kehendak dengan menjejalkan berbagai materi yang direncanakan pendidik tanpa kesiapan peserta didik.

3.  3. Konsep Petani  yang bertugas menuntun tumbuhnya bibit, dengan memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman, memberi pupuk dan air, membasmi hama, seperti halnya petani, seorang pendidik harus  mampu membudidayakan peserta didik seperti halnya bibit, yang harus diperhatikan kondisi lingkungan sekolah, memperhatikan cara pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, Memilih metode dan strategi yang tepat, yang berpihak pada anak sehingga pembelajaran benar-benar terpusat pada anak. Menjaga dari serangan hama seperti pergaulan bebas, pengaruh napza, sering membuly, tawuran.

4. 4.Konsep Bermain, secara kodrat alam anak-anak akan lebih mencari kegiatan yang sifatnya menyenangkan, secara kodrat zaman, bentuk per mainan anak- dahulu berbeda dengan sekarang, Seorang pendidik harus mampu membuat atau mencari bentuk-bentuk permainan yang sifatnya mengedukasi sehingga bukan hanya sifat bahagianya saja yang didapat tapi nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kebudayaan bisa berkembang melalui perpaduan harmonisasi antara pikiran, perasaan, kemauan dan tenaga. Cipta, karsa, karya dan pekerti bisa tergali dan terimplementasikan pada pribadi peserta didik.


B. Refleksi Mandiri

Selanjutnya, terkait dengan pemikiran saya setelah memahami dan merefleksikan pemikiran dari Ki Hajar Dewantara, ada beberapa hal yang menjadi pemikiran utama saya dari refleksi tersebut, diantaranya :

1.   Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1?

Pemikiran saya selama ini masih menganggap bahwa murid adalah obyek yang harus mengikuti apa yang kita tugaskan, murid adalah sosok yang harus selalu mendengar apa yang disampaikan oleh guru, murid dipaksa untuk menghapal dan mengingat apa yang disampaikan guru, kurang diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan keinginannya. Kreatifitas siswa dibatasi oleh ruang dan waktu. ilmu yang diberikan juga bersifat sudah baku. “Biasanya dituangkan dalam buku teks dan materinya hanya itu-itu saja. Metode pengajarannya hanya seputar listening atau mendengarkan, mencatat dan menghafal teks. Pada saat assessment atau penilaian biasanya hanya melalui ujian dengan soal pilihan ganda, siswa tidak memiliki kebebasaan untuk menuangkan pikirannya terkait soal yang diberikan. Kita terasa terbebani kalau memberikan soal yang bersifat uraian atau berupa pemecahan masalah. Mungkin selama ini kita hanya berpikir menghabiskan waktu saja untuk menunaikan kewajiban, berangkat jam 07.00 pulang jam 12.30, tanpa kita renungkan apa yang menjadi kesalahan dari setiap kegagalan. Saya selalu menganggap kegagalan anak adalah kegagalan pribadinya sendiri. Padahal banyak hal yang bisa menjadi mata rantai kegagalan tersebut. 

2.   Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?

 Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan pandangan Ki Hajar Dewantara tersebut membuat saya sadar bahwa apa yang telah  saya lakukan selama ini masih jauh dari cara pandang KHD, saya harus memandang pada murid saya bahwa murid saya adalah insan-insan yang memiliki potensi yang harus dituntun perkembangannya dengan penuh kasih dan keikhlasan. Selalu berikan senyuman pada saat memandangnya. Saya harus bisa menjadi teladan bagi mereka dengan contoh-contoh perilaku yang bisa ditiru, baik dalam hal kedisiplinan, tutur kata, etika, kesopanan, keimanan dan cara beribadah. Yang paling utama adalah keteladanan dalam bersikap.
Sikap menjadi tuan dalam kelas ternyata harus berubah menjadi menghamba kepada tuan dalam hal ini siswa didik kita. Untuk bisa menghamba kepada siswa diperlukan kesadaran, kesabaran dan yang utama keikhlasan hati untuk memberi pelayanan yang maksimal terhadap segala kebutuhan siswa sehingga cipta yang berkaitan dengan pengetahuan  bisa terpenuhi, Karsa yang berkaitan dengan keinginan bisa tergali, serta Karya sebagai bukti dari tingginya kreasi bisa teruji.

Budi pekerti harus menjadi tujuan inti dalam setiap indikator pembelajaran yang kita rencanakan. Bahkan budi pekerti bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan kita dalam menuntun siswa menggali jati dirinya. Bila salam dan do'a sudah menjadi terbiasa tanpa karena ada perintah mereka lakukan, Tutur kata selalu sopan dan ramah. Selalu jujur dalam berucap dan bertindak.  Bertanggung jawab bila mendapat tugas dan amanat. Segera minta maaf bila melakukan kesalahan, tak lupa mengucapkan terima kasih bila mendapat bantuan. 

Secara kodrat alam siswa adalah insan yang perlu dituntun pertumbuhan dan perkembangannya dengan penuh kasih, sikap gembira, perhatian dan kasih sayang tanpa melihat status perbedaan baik secara sosial, ekonomi maupun keturunannya. Ternyata konsep bermain akan lebih tepat untuk direalisasikan dalam penyampaian materi pembelajaran karena relevan dengan konsep kodrat alam yang mana anak lebih tertarik pada situasi riang gembira tanpa tekanan. 

Meneguhkan komitmen adalah modal awal merdeka belajar, apa tujuan kita sebagai pendidik. Kita harus bisa membedakan cara dengan tujuan. Rangking, akreditasi, ujian, seleksi adalah cara yang saat ini seringkali menjadi tujuan dan prioritas utama diatas tujuan pendidikan nasional dan misi pribadi kita masing-masing saat memilih menjadi pendidik. Guru yang merdeka belajar adalah guru yang mandiri. Mandiri adalah proses yang kita gerakan. Mandiri dalam arti sesungguhnya adalah memegang kendali. Pendidik yang merdeka belajar terus melakukan refleksi. Refleksi itu sebuah proses yang sangat tidak nyaman dan penuh resiko. Komitmen, mandiri, refleksi. Tiga kata, tiga dimensi merdeka belajar, namun kompleksitas dalam penerapannya

3. Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD?

1.   a. Akan membiasakan menyampaikan salam dan bahagia, karena ucapan adalah do’a dan sesuai dengan nilai-nilai agamis yang ada di lingkungan saya.

2.  b. Akan menerapkan konsep menuntun membimbing, memberi petunjuk jalan kehidupan sesuai arah yang dipilihnya melalui kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Memberi peluang untuk memilih kegiatan yang ditawarkan, tidak memaksakan kehendak dengan menjejalkan berbagai materi yang direncanakan pendidik tanpa kesiapan peserta didik.

3.  c. Akan berperan sebagai petani yang akan memelihara, merawat anak sebagai benih yang harus tumbuh secara alami sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman dengan memilih strategi yang tepat untuk setiap membimbing peserta didik. memperhatikan kondisi lingkungan sekolah, memperhatikan cara pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, Memilih metode dan strategi yang tepat, yang berpihak pada anak sehingga pembelajaran benar-benar terpusat pada anak. Menjaga dari serangan hama seperti pergaulan bebas, pengaruh napza, mencegah terjadinya tawuran kebiasaan membuly.

4.  d.  Menerapkan konsep bermain pada saat penyampaian materi pembelajaran sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama, sehingga pada saat proses pembelajaran terjadi tumbuh semangat yang riang pada diri anak, menghilangkan rasa jemu dan jenuh. Menambah semangat untuk bisa memunculkan jiwa-jiwa patriotisme, mandiri, saling menghormati. membuat atau mencari bentuk-bentuk permainan yang sifatnya mengedukasi sehingga bukan hanya sifat bahagianya saja yang didapat tapi nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kebudayaan bisa berkembang melalui perpaduan harmonisasi antara pikiran, perasaan, kemauan dan tenaga. Cipta, karsa, karya dan pekerti bisa tergali dan terimplementasikan pada pribadi peserta didik.

5.  e. Menuntun anak menjadi murid yang memiliki budi pekerti, berpengetahuan tinggi dan berperilaku terpuji. Yang memiliki kesadaran tinggi untuk berpartisipasi dalam membangun negeri melalui prestasi dan dedikasi.

     f. Berusaha membantu melaksanakan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan " Fropil Pelajar Pancasila "

1. Bernalar kritis
Para siswa diharapkan memiliki kemampuan memecahkan masalah. Hal ini berhubungan dengan kemampuan kognitif.
 

2. Mandiri
Siswa secara independen termotivasi meningkatkan kemampuannya, bisa mencari pengetahuan serta termotivasi.

3. Kreatif
Siswa bisa menciptakan hal baru, berinovasi secara mandiri, dan mempunyai rasa cinta terhadap kesenian dan budaya.

4. Gotong-royong
Siswa memiliki kemampuan berkolaborasi yang merupakan softskill utama yang terpenting di masa depan agar bisa bekerja secara tim.

5. Kebhinekaan global
Siswa mencintai keberagaman budaya, agama dan ras di negaranya serta dunia, sekaligus menegaskan mereka juga warga global.

6. Berakhlak mulia
Siswa memahami moralitas, spiritualitas, dan etika berada, yang merupakan hasil dari pendidikan karakter.

 “Jadi, bukan hanya dengan membaca materi lalu diuji, melainkan juga untuk menciptakan karya. Maka, saya mempunyai moto, kalau kita ingin melakukan transformasi pembelajaran di dalam suatu ruang kelas maka harus banyak tanya, banyak coba, dan banyak karya,” jelas Mendikbud. Pesan Mendikbud ini semoga bisa diaplikasikan dalam proses pembelajaran mulai sekarang dan di masa yang akan satang.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini